Likuiditas adalah kemampuan bank untuk
memenuhi kewajiban hutang-hutangnya,dan dapat membayar kembali semua
deposannya, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan para debitur
tanpa terjadi penangguhan. Pada saat ini akibat krisis keuangan global,
perbankan nasional mengalami imbasnya terutama ketatnya likuiditas di perbankan
nasional.Ditambah dengan besarnya uang pemerintah yang ada di Bank Indonesia
(BI) membuat likuiditas perbankan sangat ketat sehingga suku bunga ikut naik
pula.
Bank-Bank Sentral di
Amerika/USA,Eropa,Asia, dan Australia dalam menghadapi krisis keuangan global
menurunkan atau mempertahankan suku bunganya sehingga pengetatan likuiditas
berkurang dan memompa likuiditas ke pasar.Sedangkan BI dalam kapasitasnya
sebagai Bank Sentral malah menaikkan suku bunga acuan atau BI rate dalam Rapat
Dewan Gubernur BI pada tanggal 7 Oktober 2008 sebesar 25 basis point dari 9.25%
menjadi 9.50%. Kebijakan BI ini kontradiktif dengan kebijakan bank-bank sentral
lainnya di Amerika,Eropa,Asia, dan Australia.
Bank Indonesia (BI) memilih mengamankan
inflasi dan nilai rupiah, karena dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, BI
mempunyai satu tujuan tunggal yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai
rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek yaitu kestabilan nilai
mata uang terhadap barang dan jasa (tercermin pada perkembangan laju inflasi),
serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Laju inflasi bulan September
2008 yang mencapai 0.97%, sehingga inflasi tahun kalender 2008
(Januari-September 2008) mencapai 10.47%. Kondisi ini membuat target inflasi
yang diproyeksikan pemerintah untuk tahun 2008 (APBN 2008) sebesar 11.4%
semakin sulit dicapai. Selain itu nilai tukar/kurs rupiah terhadap US$ sempat
melewati batas psikologis Rp.10.000, walaupun pada saat ini (minggu ketiga
Oktober 2008) telah kembali dibawah Rp/10.000,-. Untuk meredam laju inflasi dan
gejolak (volatile) nilai tukar/kurs rupiah terhadap mata uang negara lain, maka
BI menaikkan suku bunga acuan atau BI rate 25 basis point dari 9.25% menjadi
9.50%. Kenaikan BI rate mengakibatkan ketatnya likuditas perbankan, sehingga
bank kesulitan mendapatkan dana murah dari pihak ketiga
(giro,tabungan,deposito) karena harus menaikkan suku bunga DPK tersebut, dan
ketatnya likuiditas mengakibatkan naiknya suku bunga di Pasar Uang Antar Bank
(PUAB). Hal ini mengakibatkan cost of fund bank bertambah/meningkat.
Pertumbuhan kredit/LDR mecapai lebih
75% dibandingkan tahun lalu, dan pertumbuhan DPK sebsesar 20%-25% dibandingkan
tahun lau. Hal ini berarti bahwa pertumbuhan kredit (LDR) lebih besar dari
pertumbuhan DPK. Pertumbuhan kredit (LDR) yang mencapai lebih dari 75% dilihat
dari tingkat kesehatan bak terhadap faktor-faktor CAMEL (terutama dari
likuiditas) termasuk rating 2 (dua) yang berarti baikdan stabilitas DPK
termasuk rating 2 (dua) yang berarti DPK cukup stabil dan atau trend
pertumbuhan positif.. Sayangnya pertumbuhan kredit (LDR) kebanyakan atau
sebagian besar pada kredit konsumtif yang mengakibatkan ATMR naik, sedangkan
DPK nya pun kebanyakan ada di simpanan atau deposto jangka pendek (1&3
bulan), sehingga bank harus membuat manajemen likuiditas yang baik agar dapat
memenuhi kewajiban hutang-hutangnya, dapat membayar kembali semua deposannya,
serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan para debitur tanpa terjadi
penangguhan
Kenaikan BI rate dan ketatnya
likuiditas perbankan mengakibatkan sektor riil/sektor usaha tidak dapat tumbuh,
karena suku bunga kredit naik dan mahal (khususnya kredit investasi), sehingga
pelaku usaha enggan untuk melakukan ekspansi usahanya. Untuk mengatasi hal ini
(ketatnya likuiditas bagi perbankan dan sektor riil/sektor usaha), maka
pemerintah mengeluarkan 3 (tiga) Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang) yaitu :
- Perpu tentang JPSK (jaring Pengaman Sistem Keuangan)yang mengatur tindakan pencegahan dan penanganan krisis, yang meliputi penganan kesulitan likuiditas atau masalah solvabilitas perbankan atau lembaga keuangan lain/non bank.
- Perpu Penjaminanan Lembaga Penjamin Simpanana (LPS) tentang kenaikan batas simpananan masyarakat di bank yang dijamin oleh pemerintah, dari sebelumnyasimpanan yang dijamin sebesar Rp.100 juta menjadi Rp.2 milyar.
- Perpu tentang peran BI, yang mengatur perluasan agunan yang bisa menjadi jaminan jika ada bank yang membutuhkan pinjaman jangka pendek dari BI.
Selain itu BI mengeluarkan 5 (lima)
aturan pelonggaran likuiditas yaitu :
- Perpanjangan tenor foreign exchange swap dari paling lama 7 hari menjadi 1 bulan. Langkah ini untuk memenuhi permintaan valuta dalam Dolar AS (USD) yang sifatnya temporer, sehingga memberi penyesuaian waktu yang cukupbagi bank atau pelaku pasar sebelum benar-benar melakukan penyesuaian portofolionya.
- Penyediaan pasokan valas bagi perusahaan domestik melalui pebankan. Ini untuk meningkatkan kepastian pemenuhan kebutuhan valas perusahaan domestik yang memiliki underlyng transactions.
- Penurunan GWM valas untuk bank umum konvesional dan syariah dari 3 % menjadi 1%.
- Pencabutan tentang batasan posisi saldo harian pinjaman luar negeri jangka pendek, yang bertujuan untuk mengurangi tekanan pembelian dolar AS (USD) karena saat ini terjadi pengalihan rekening rupiah ke valas oleh nasabah asing.
- Penyederhanaan perhitungan GWM rupiah menjadi hanya 7.5% dari Dana Pihak Ketiga agar likuiditas dalam sistem perbankan menjadi lebih memadai.
Dengan adanya koordinasi yang baik
antara Pemerintah sebagai otoritas fiskal dan BI sebagai otoritas moneter, maka
bank dapat menjalankan fungsi intermediasi, dan sebagai agen pembangunan (agent
of development) dalam hal bank sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi sektor
riil dalam pengembangan usahanya, sehingga sektor riil tetap tumbuh dan
berkembang, shingga bangsa Indoensia dapat meminimalisir dampak risiko krisis
keuangan global.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar